Jumat, 18 Desember 2009

Drama dan Teater

1. Pengertian Drama
Jauh hari, semasa kakek nenek kita masih seusia kita (sekolahan) sudah mengenal yang namanya layar tancap, film, ketoprak, dan sandiwara. Semua itu merupakan kisah fiksi yang dimainkan, baik dalam bentuk visual, audio, maupun audio-visual. Hal serupa dengan itu muncul pula kata “drama” dan teater, yang kemudian menjadi salah satu kajian ilmu di sekolah dan perguruan tinggi. Sebenarnya, dari semua jenis di atas, drama adalah awal dan puncak.
Drama merupakan genre sastra yang unik. Ia bukan untuk sekedar dibacakan, tetapi juga dipertontonkan. Sebagai tontonan, cerita dalam drama dikatakan ephemeral, yaitu bermula pada satu malam dan berakhir pada malam yang sama. Sejauh ini, drama masih dikatakan berasal dari Yunani, yaitu dari kata dramai ‘sesuatu yang diperbuat’. Istilah lain yang sama dengan drama adalah sandiwara (dari bahasa Jawa) yang maksudnya cerita rahasia. Cerita tersebut kemudian digolongkan menjadi salah satu genre sastra, yakni sastra yang bercerita.
2. Drama dan Teater
Sebuah karya sastra yang bercerita terbagi atas dua; tutur dan tulis. Jika cerita-cerita prosa seperti legenda dan dongeng lahir dari sastra tutur kemudian dituliskan, drama adalah kebalikannya, yakni dituliskan dahulu, beru kemudian dituturkan/diperankan. Drama dipertontonkan guna mencapai estetik implementasi. Artinya, ia harus diawali dari tulisan, kemudian diceritakan melalui penggunaan medium seni yang disebut dengan panggung. Cerita drama yang sudah dipanggungkan disebut dengan teater. Oleh karena itu, pembicaraan drama kerap dikaitkan dengan teater. Tak ayal, terkadang orang menyebut drama sebagai teater dan sebaliknya, teater dikatakan dengan drama. Sejatinya, kedua hal ini tetap berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini.


Drama Teater
naskah pertunjukan
penokohan tokoh/ aktor
Teks interteks
Penulis sutradara
Dari tabel di atas jelas bahwa dikatakan dia sebagai drama karena masih berupa naskah (di atas kertas). Artinya, drama adalah naskah yang akan dilakonkan.
Naskah lakon merupakan bahan dasar sebuah pementasan dan belum sempurna bentuknya apabila belum dipentaskan. Naskah lakon disebut juga sebagai ungkapan pernyataan penulis (playwright) yang berisi nilai-nilai pengalaman umum, juga merupakan ide dasar bagi aktor. Proses pengembangan laku bersumber dari hasil studi dan analisis isi. Hal ini dapat membangkitkan daya kreatif dalam menghayati laku secara pas, melaksanakan peran dengan takaran seimbang dalam asas keutuhan, keseimbangan serta keselarasan. Naskah sering juga disebut dengan skenario, terutama untuk film.
Dalam sebuah naskah, ada percakapan/ dialog. Berbeda dengan percakapan dalam teks prosa yang biasanya ditulis berangkai dengan narasi, pada naskah drama, percakapan ditulis terpisah menjadi dialog per tokoh yang diharapkan memerankan ucapan tersebut. Namun demikian, dalam naskah drama tetap juga memiliki narasi. Narasi dalam naskah drama biasanya ditulis memakai tanda kurung (…) atau dimiringkan (italic). Japi Tambojang dalam “Dasar-dasar Drama Turgi” memberi istilah pada percakapan sebagai wawancang dan untuk tanda kurung disebutnya dengan kramagung. Perlu diingat, ketika sebuah naskah sudah dipertunjukkan, barulah dikatakan dia sebagai teater. Tulisan dalam tanda kurung itu digunakan pemain untuk melakukan gerakan-gerakan dimaksud saat memerankan karakternya. Dengan kata lain, tulisan dalam kurung merupakan perintah dari penulis naskah untuk aktor.
Penokohan merupakan karakter tokoh yang diinginkan dalam sebuah naskah. Kharakter ini sama seperti karakter manusia biasa: ada kejam, sadis, baik, pendiam, gila, dan sebagainya. Karakter-karakter tersebut diharapkan dapat diperankan oleh aktor (pemain) dengan maksimal agar tercapai maksud naskah. Dalam naskah drama (juga berlaku untuk film dan sandiwara) semua watak tersebut dibagi menjadi tiga kategori, yaitu protagonis (tokoh baik) antagonis (tokoh jahat), dan tritagonis (tokoh pembantu).
Oleh karena teks adalah sesuatu yang tampak (tertulis), pembicaraan naskah merupakan pembicaraan teks/ masih di atas kertas. Ketika berbicara interteks, berarti membicarakan maksud yang tidak tampak dari sebuah teks. Interteks merupakan perilaku yang harapkan muncul setelah melakukan interpretasi terhadap teks. Lebih mudahnya, teks merupakan unsur ekstrinsik (luar), sedangkan interteks adalah unsur intrinsik (dalam).
Penulis adalah orang yang melakukan proses kreatif yang pertama terhadap sebuah karya. Dalam hal ini kita membicarakan karya sastra drama. Jadi, penulis adalah orang yang melakukan proses kreatif menulis naskah drama. Sutradara adalah orang yang membawa naskah ke bentuk pertunjukkan. Seorang sutradara pastinya dituntut orang yang mahir melakukan interpretasi terhadap naskah, baik dari segi dialog, cerita, penokohan, sampai ke pada properti panggung. Oleh karena tanggung jawabnya yang berat itu, seorang sutradara biasanya dibantu oleh asisten sutradara. Tugas sutradara mulai dari latihan sampai selesai pementasan.
3. Unsur-unsur Drama
3.1. intrinsi (unsur dalam)
Unsur intrinsik atau disebut juga unsur dalam adalah unsur yang tidak tampak. Ini yang kita sebut di atas tadi sebagai kajian interteks. Dalam intrinsik ada:
Ø tema; yaitu ide pokok yang ingin disampaikan dari sebuah cerita. Tema sering pula dikatakan dengan nada dasar drama. Sebuah tema tidak terlepas dari manusia dan kehidupan, misalkan cinta, maut, dan sebagainya. Jika ada yang menyebutkan temanya romantis, itu adalah bias pengertian. Romantis bukan tema, tetapi gaya yang digunakan oleh penulis. Dalam kasus dimaksud sebenarnya temanya adalah cinta/ percintaan. Jalan ceritanya yang dibuat menjadi romantis. Ini hanya perkara gaya/style (di lain waktu akan kita bicarakan masalah gaya atau style penulis tersebut).
Ø alur/ plot; yaitu jalan cerita. Dalam alur sebuah naskah drama bukan permasalahan maju-mundurnya sebuah cerita seperti yang dimaksudkan dalam karangan prosa, tetapi alur yang membimbing cerita dari awal hingga tuntas. Dimulai dengan pemaparan (perkenalan awal tokoh dan penokohan), adanya masalah (konflik), konflikasi (masalah baru), krisis (pertentangan mencapai titik puncak–klimak s.d. antiklimaks), resolusi (pemecahan masalah), dan ditutup dengan ending (keputusan). Ada pula yang menggambarkan alur dalam sebah naskah drama itu pemaparan—masalah—pemecahan masalah/resolusi—keputusan.
Ø penokohan; karakter yang dibentuk oleh setiap dialog tokoh.
Ø latar/ setting; yaitu tempat kejadian. Latar atau setting berbicara masalah tempat, suasana, dan waktu.
Ø amanat; yaitu pesan yang hendak disampaikan penulis dari sebuah cerita. Jika tema bersifat lugas, objektif, dan khusus, amanat lebih umum, kias, dan subjektif.
3.2 ekstrinsi (unsur luar)
Unsur-unsur luar adalah unsur yang tampak, seperti adanya dialog/ percakapan. Namun, unsur-unsur ini bisa bertambah ketika naskah sudah dipentaskan. Di sana akan tampak panggung, properti, tokoh, sutradara, dan penonton.
4. Jenis-jenis Drama
Ssecara sederhana, drama dapat dibagi menjadi beberapa bentuk. Pembagian secara umum di bawah ini ditinjau dari cerita dan gaya berceritanya.
• Tragedi, yaitu drama yang melukiskan kisah duka atau kejadian pahit, sedih yang amat dalam. Tujuan naskah ini biasanya agar penonton dapat memandang hidup dan kehidupan secara optimis.
• Komedi, yaitu drama ringan, biasanya bercerita tentang yang lucu-lucu. Tujuannya lebih kepada menghibur penonton.
• Melodrama (tragikomedi), yaitu drama yang berupa gabungan dari tragedi dan komedi. Dalam naskah ini ada cerita serius, ada juga hanya cerita ringan dan lucu.
• Dagelan (farce), yaitu jenis drama murahan atau dikatakan juga dengan komedi picisan. Biasanya naskah ini diiringi musik riang.
• Opera atau operet, yaitu dialog diiringi dengan musik yang di dalamnya juga dimasukkan nyanyian/ lagu.

5. Simpulan
Dari ulasan singkat di atas, dapat ditarik simpulan bahwa sebuah naskah drama belum mencapai puncak estetik kesastraannya manakala belum diimplementasikan ke atas pentas atau belum dipertontonkan. Lantas, apa hubungannya dengan pembelajaran di sekolah? Pentingkah mempelajari drama di sekolah?
Oleh karena di sekolah ada mata pelajaran sastra, kendati masih digabungkan dengan bahasa, drama menjadi penting dipelajari, karena drama termasuk ke dalam salah satu jenis sastra. Namun, sampai saat ini pembelajaran drama di sekolah hanya diberikan sebatas mengenal naskah, implementasinya sama sekali belum. Sejatinya, drama belum lengkap dipelajari jika belum diapresiasikan dan dimainkan menjadi sebuah teater. Karena itu, pembelajaran drama di sekolah mesti dibawa ke arah teater.
Mempelajari apresiasi drama berkaitan dengan naskah dan pertunjukan. Oleh karena itu, unsur-unsur sebuah naskah drama mesti diketahui oleh siswa. Siswa juga dituntut dapat membuat naskah drama, minimal naskah satu babak (singkat). Siswa juga diharapkan dapat mementaskan sebuah naskah drama bersama teman-temannya, lalu teman-teman yang lain menilai pementasan temannya tersebut. Jika hal ini sudah mampu dilakukan siswa, artinya dia sudah memahami apa itu drama dan teater. Karenanya, sebagai calon guru Bahasa dan Sastra Indonesia dituntut memahmi dengan benar hakikat drama dan tujuannya.

Pangeran Samudra

Pangeran Samudra putra saka ratu Majapahit kang pungkasan aran Raden Brawijaya V saka garwa selir kang aran Dewi Ontrowulan. Dewi Ontrowulan rupane ayu banget, lan awet enom. Sawise Pangeran Samudra dewasa lan ngancik umur 18 tahun, deweke tuwuh rasa tresna marang ibune dhewe.
Pangeran Samudra ngupaya supaya rasa tresna mau ora ngrenggani atine, ananging dipekso kaya ngapa ora bisa. Semono uga Dewi Ontrowulan uga duwe rasa kang padha. Kanthi umpet-umpetan, kekarone pepasihan. Sawijineng dina pokale wong loro mau konangan dening Prabu Brawijaya. Pangeran Samudra diusir saka Majapahit.
Sawise diusir saka Kraton, uripe Pangeran Samudra keranta-ranta. Urip ngumbara saparan paran. Pangumbarane nganti tekan ing gumuk kang akeh kukuse, banjur gumuk mau diarani Gunung Kemukus.
Salungane Pangeran Samudra, Dewi Ontrowulan banget anggone kelangan. Kanthi ati kang manteb, Dewi Ontrowulan lunga saka kraton saperlu nggoleki anake mau. Anggone nggoleki kasil lan ketemu ing Gunung Kemukus.
Kekarone sedya nuntasake kabeh rasa kangen kang ana ing ati kang during kelakon lan anggone pepasihan luwih adoh saka lumrahe wong pepasihan. Tumindake kaya dene wong bebojoan, Dewi Ontrowulan lan Pangeran Samudra konangan karo masyarakat kono banjur kekarone dirajam nganti dadi patine. Nanging sadurunge Pangeran Samudra tiwas, dheweke ngucap sumpah “sapa wae uwonge kang bisa nerusake kang durung kelakon antarane Pangeran Samudra dan Dewi Antrawulan yaiku nindaake kaya dene uwong kang bebojoan, kabeh panyuwun uwong mau bakal keturutan, lan dadi penebus dosane Pangeran Samudra.” Sawise Pangeran Samudra lan Dewi Ontrowulan tiwas, karone dikubur dadi siji ana ing Gunung Kemukus.

Umar bin Al-Khaththab

Umar bin Khattab (581 - November 644) (bahasa Arab: عمر بن الخطاب) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga menjadi khalifah kedua (634-644) dari empat Khalifah Ar-Rasyidin.
Latar belakang
Ia memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza, terlahir di Mekkah, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy. Orangtuanya bernama Khaththab bin Nufail Al Mahzumi Al Quraisyi dan Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara yang haq dan bathil.
Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Sebelum Islam, sebagaimana tradisi kaum jahiliyah mekkah saat itu, Umar mengubur putrinya hidup-hidup. Sebagaimana yang ia katakan sendiri, "Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku".
Mabuk-mabukan juga merupakan hal yang umum dikalangan kaum Quraish. Beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra-Islam, Umar suka meminum anggur. Setelah menjadi muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali. Tetapi, setelah masuk Islam, belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas. Sehingga ada kisah, Pada malam hari, Umar bermabuk-mabukkan sampai Subuh. Ketika waktu Subuh tiba, beliau pergi ke masjid dan ditunjuk sebagai imam. Ketika membaca surat Al-Kafirun, karena ayat 3 dan 5 bunyinya sama, setelah membaca ayat ke 5, beliau ulang lagi ke ayat 4 terus menerus.[rujukan?] Akhirnya, Allah menurunkan larangan bermabuk-mabukkan yang tegas.
Memeluk Islam
Ketika ajakan memeluk Islam dideklarasikan oleh Nabi Muhammad SAW, Umar mengambil posisi untuk membela agama tradisional kaum Quraish (menyembah berhala). Pada saat itu Umar adalah salah seorang yang sangat keras dalam melawan pesan Islam dan sering melakukan penyiksaan terhadap pemeluknya.
Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu'aim bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.
Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Qur'an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Qur'an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.
Kehidupan di Madinah
Umar adalah salah seorang yang ikut pada peristiwa hijrah ke Yatsrib (Madinah) pada tahun 622 Masehi. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Ia adalah salah seorang sahabat dekat Nabi Muhammad SAW
Pada tahun 625, putrinya (Hafsah) menikah dengan Nabi Muhammad.
Kematian Muhammad SAW
Setelah sakit dalam beberapa minggu, Nabi Muhammad SAW wafat pada hari senin tanggal 8 Juni 632 (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah), di Madinah.
Persiapan pemakamannya dihambat oleh Umar yang melarang siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Ia berkeras bahwa Nabi tidaklah wafat melainkan sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu. (Hayatu Muhammad, M Husain Haikal)
Abu Bakar yang kebetulan sedang berada di luar Madinah, demi mendengar kabar itu lantas bergegas kembali. Ia menjumpai Umar sedang menahan muslim yang lain dan lantas mengatakan.
"Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah mati. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati."
Abu Bakar kemudian membacakan ayat dari Al Qur'an :
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (surat Ali 'Imran ayat 144)
Umar lantas menyerah dan membiarkan persiapan penguburan dilaksanakan.
Masa kekhalifahan Abu Bakar
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Kemudian setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk menggantikannya.
Menjadi khalifah
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk shalat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk shalat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia shalat.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Kematian
Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak pada saat ia akan memimpin shalat Subuh. Fairuz adalah salah seorang warga Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara digdaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah kematiannya jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.

Wacana Bahasa Indonesia

Sejarah Singkat Kajian Wacana
Pada mulanya linguistik merupakan bagian dari filsafat. Linguistik modern, yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure pada akhir abad ke-19, mengkaji bahasa secara ilmiah. Kajian lingusitik modern pada umumnya terbatas pada masalah unsur-unsur bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan kalimat serta unsur makna (semantik). Kajian linguistik rupanya belum memuaskan. Banyak permasalahan bahasa yang belum dapat diselesaikan. Akibatnya, para ahli mencoba untuk mengembangkan disiplin kajian baru yang disebut analisis wacana.
Analisis wacana menginterprestasi makna sebuah ujaran dengan memperhatikan konteks, sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks linguistik dan konteks etnografii. Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata yang mendahului atau yang mengikuti sedangkan konteks etnografi berbentuk serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor budaya masyarakat pemakai bahasa.
Manfaat melakukan kegiatan analisis wacana adalah memahami hakikat bahasa, memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa.

Pengertian Wacana dan Analisis Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.

Persyaratan Terbentuknya Wacana
Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.

STRUKTUR WACANA BAHASA INDONESIA
Elemen-elemen Wacana

Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-elemen itu tertata secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya ada elemen inti dan elemen luar inti. Elemen inti adalah elemen yang berisi informasi utama, informasi yang paling penting. Elemen luar inti adalah elemen yang berisi informasi tambahan, informasi yang tidak sepenting informasi utama.
Berdasarkan sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori, yakni elemen wajib dan elemen manasuka. Elemen wajib bersifat wajib hadir, sedangkan elemen manasuka bersifat boleh hadir dan boleh juga tidak hadir bergantung pada kebutuhan komunikasi.

Relasi Antarelemen dalam Wacana
Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi antarelemen yang memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi antarelemen yang kedudukannya tidak setara. Dalam relasi subordinatif itu terdapat atasan dan elemen bawahan. Relasi atribut adalah relasi antara elemen inti dengan atribut. Relasi atribut berkaitan dengan relasi subordinatif karena relasi atribut juga berarti relasi antara elemen atasan dengan elemen bawahan.
Relasi komplementatif adalah relasi antarelemen yang bersifat saling melengkapi. Dalam relasi itu, masing-masing elemen memiliki kedudukan yang otonom dalam membentuk teks. Dalam jenis ini tidak ada elemen atasan dan bawahan.

Struktur Wacana Bahasa Indonesia
Struktur wacana adalah bangun konstruksi wacana, yakni organisasi elemen-elemen wacana dalam membentuk wacana. Struktur wacana dapat diperikan berdasarkan peringkat keutamaan atau pentingnya informasi dan pola pertukaran. Berdasarkan peringkat keutamaan informasi ada wacana yang mengikuti pola segitiga tegak dan ada wacana yang mengikuti pola segitiga terbalik. Berdasarkan mekanisme pertukaran dapat dikemukakan pola-pola pertukaran berikut: (1) P-S, (2) T-J, (3) P-T, (4) T-T, (5) Pr-S, dan (6) Pr-T.


REFERENSI DAN INFERENSI SERTA KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BAHASA INDONESIA
Referensi dan Inferensi Wacana Bahasa Indonesia

Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian sintaksis dan semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal yang dibicarakan, baik dalam konteks linguistik maupun dalam konteks nonlinguistik. Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang bergeser, (b) ungkapan berbeda tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama mengacu pada hal yang berbeda.
Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).

Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia
Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting dari kohesi. Namun bukan berarti kohesi tidak penting, Jenis alat kohesi ada tiga, yaitu substitusi, konjungsi, dan leksikal.
Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun.

JENIS-JENIS WACANA BAHASA INDONESIA
Wacana Lisan dan Tulis

Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat.

Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog
Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian, pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang dihasilkan disebut polilog.

Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi
Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi. Sedangkan wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi diperlukan proses berpikir. Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika maupun emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung. Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan tindakan sesuai yang diharapkan penyampai pesan. Untuk mernpengaruhi ini, digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Oleh karena itu, unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu, pelaku, dan peristiwa.

KONTEKS WACANA BAHASA INDONESIA
Hakikat Konteks

Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog)
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.

Macam-macam Konteks

Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif
Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana.
Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana.
Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik.

Tiga manfaat konteks dalam analisis wancana.
1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik.
2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wancana.
3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.



ANALISIS WACANA
Prinsip Interpretasi Lokal dan Prinsip Analisis

Dalam analisis wacana berlaku dua prinsip, yakni prinsip interpretasi lokal dan prinsip analogi. Prinsip interpretasi lokal adalah prinsip interpretasi berdasarkan konteks, baik konteks linguistik atau koteks maupun konteks nonlinguistik. Konteks nonlinguistik yang merupakan konteks lokal tidak hanya berupa tempat, tetapi juga dapat berupa waktu, ranah penggunaan wacana, dan partisipan.
Prinsip interpretasi analogi adalah prinsip interpretasi suatu wacana berdasarkan pengalaman terdahulu yang sama atau yang sesuai. Dengan interpretasi analogi itu, analis sudah dapat memahami wacana dengan konteks yang relevan saja. Hal itu berarti bahwa analis tidak harus memperhitungkan semua konteks wancana.

Skemata dalam Analisis Wacana
Skemata adalah pengetahuan yang terkemas secara sistematis dalam ingatan manusia. Skemata itu memiliki struktur pengendalian, yakni cara pengaktifan skemata sesuai dengan kebutuhan. Ada dua cara yang disebut pengaktifan dalam struktur itu, yakni (1) cara pengaktifan dari atas ke bawah dan (2) cara pengaktifan dari bawah ke atas. Pengaktifan atas ke bawah adalah proses pengendalian skemata dari konsep ke data atau dari keutuhan ke bagian. Pengaktifan bawah ke atas adalah proses pengendalian skemata dari data ke konsep atau dari bagian ke keutuhan.
Skemata berfungsi baik bagi pembaca/pendengar wacana maupun bagi analis wacana. Bagi pendengar/pembaca, skemata berfungsi untuk memahami wacana. Bagi analis wacana, di samping berfungsi untuk memahami wacana, skemata juga berfungsi untuk melakukan analisis berbagai aspek wacana: elemen wacana, struktur wacana, acuan kewacanaan, koherensi dan kohesi wacana, dan lain-lain.
Kegagalan pemahaman wacana terjadi karena tiga kemungkinan. Pertama, pendengar/pembaca mungkin tidak mempunyai skemata yang sesuai dengan teks yang dihadapinya. Kedua, pendengar/pembaca mungkin sudah mempunyai skemata yang sesuai, tetapi petunjuk-petunjuk yang disajikan oleb penulis tidak cukup memberikan saran tentang skemata yang dibutuhkan. Ketiga, pembaca, mungkin mendapatkan penafsiran wacana secara tetap sehingga gagal memahami maksud penutur.

Analisis Kohesi dan Koherensi
Praktik analisis wacana dilaksanakan dengan menerapkan prinsip interpretasi lokal dan prinsip interpretasi analogi. Analisis wacana dapat diarahkan pada: struktur, kohesi, dan koherensi, yang dapat dioperasionalkan antara lain untuk menetapkan hubungan antarelemen wacana dan alat-alat kohesi yang berlaku dalam sebuah teks. Dalam analisis itu diterapkan konteks yang relevan dengan kebutuhan analisis.