Sabtu, 21 November 2009

Jual Beli Bangkai Yang Diawetkan

A. Pendahuluan

Bangkai dalam bahasa arab disebut اَلْمَيْتَةٌ / al-maitah. Yaitu sesuatu yang mati tanpa disembelih, baik yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, dan belum sempat disembelih. Sedangkan menurut para ulama syariat al-maitah/bangkai, adalah hewan yang mati tanpa disembelih secara syar'i.
Terkategori bangkai juga hewan yang mati sendiri tanpa sebab campur tangan manusia. Dan terkadang dengan sebab perbuatan manusia. Jika dilakukan tidak dengan cara penyembelihan yang dibolehkan.
Hewan yang disembelih tidak dengan cara syar'i juga disebut bangkai
"Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah." (QS. Al-An'am: 145)
Para ulama berpendapat, anggota tubuh (daging) yang dipotong dari hewan yang masih hidup pun termasuk dalam kategori bangkai, dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Bahwa semua yang dipotong dari hewan dalam keadaan masih hidup adalah bangkai." (HR. Abu Dawud dan ats-Tirmidzi)
Menilik keadaan bangkai hewan, maka dapat dibagi tiga. Pertama, yang ada di luar kulit, seperti bulu dan rambutnya serta yang sejenisnya. Hukumnya adalah suci, tidak najis, berdasarkan firman Allah, QS. An-Nahl: 80,
"Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa) nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)."
Ayat tersebut bersifat umum, yakni meliputi hewan yang disembelih dan tidak disembelih. Allah juga menyampaikan ayat ini untuk mejelaskan karunia-Nya terhadap hamba-hamba-Nya yang menunjukkan kehalalannya.
Kedua, bagian bawah kulitnya, seperti daging dan lemak. Hukumnya najis secara ijma' dan tidak dapat disucikan dengan disamak. Berdasarkan QS. Al-An'am: 145.
Namun, dikecualikan dalam hal ini, pertama, bangkai ikan dan belalang, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. kedua, bangkai hewan yang tidak memiliki darah mengalir, seperti lalat, lebah, semut, dan sejenisnya.
Dan ketiga, tulang, tanduk, dan kuku bangkai. Ini semuanya suci. Sebagaimana dijelaskan Imam al-Bukhari, dari az-Zuhri tentang tulang bangkai, seperti gajah dan lainnya.
Keempat, kulitnya. Hukum najisnya mengikuti hukum bangkainya. Apabila bangkai hewan tersebut suci, maka kulitnya suci. Dan bila hewan tersebut najis, maka kulitnya pun najis.
Islam juga melarang menjual bangkai, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa Allah dan rasul-Nya mengharamkan jual beli khamr (minuman keras), bangkai, babi, dan patung berhala. Larangan ini bersifat umum pada semua bangkai, kecuali hewan laut dan belalang.

B. Pembahasan
(1) Konsep dasar jual beli :
a. Pengertian jual beli menurut beberapa pendapat
Perkataan jual beli terdiri dari 2 kata yaitu ”jual” dan ”beli”, di mana satu sama lainnya mempunyai arti yang bertolak belakang. Kata jual menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedang beli adalah perbuatan membeli.
Sedangkan jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Jual Beli Adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan ( Pasal 1457 BW ).
Menurut istilah terminology yang dimaksud jual beli adalah :
• Menukar barang dengan barang atau barang dengan uangdenga jalan melepaskan hak milik yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan (idris ahmad, fiqih al-syafi’iyah : 5)
• Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.
• Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta atas harta, maka terjadilah penukaran hak milik secara tetap.(Hasbi Ash-Shiddiqi, peng.Fiqh muamalah :97)
Dari beberapa definisi tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwasanya jual beli adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak dengan cara suka rela sehingga keduanya dapat saling menguntungkan, maka akan terjadilah penukaran hak milik secara tetap dengan jalan yang dibenarkan oleh syara’.Yang dimaksud sesuai dengan ketetapan hukum adalah memenuhu persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dalam jual beli, maka jika syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan ketentun syara’. Yang dimaksud benda dapat mencakup pengertan barang dan uang dan sifatnya adalah bernilai.
Dalam Taudhihul Ahkam, jual beli adalah transaksi tukar menukar yang berkonsekuensi beralihnya hak kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Di dalam Fiqhus sunnah (3/46) disebutkan transaksi tukar menukar harta yang dilakukan secara sukarela atau proses mengalihkan hak kepemilikan kepada orang lain dengan adanya kompensasi tertentu dan dilakukan dalam koridor syariat.
b. Dasar hukum jual beli
Surat Al-Baqarah ayat 275
•     
Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

Surat An-Nisa’ 29
                    •     
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Sabda Rasulullah :
سئل النبي صلى الله عليه وسلم أي الكسب أطيب؟ عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور (رواه البزار والحاكم)
Rasulullah saw. ditanya oleh salah seorang sahabat mengenai pekerjaan apa yang paling baik? Rasulullah ketika itu menjawab : usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (HR. Bazar dan Hakim)

c. Rukun dan syarat jual beli
1) Rukun jual beli
a) Bai’; orang yang menjual
b) Mustari; orang yang membeli
c) Sighat; pelaksanaan ijab dan qabul
d) Ma’qul ‘alaih; benda atau barang yang hendak diperjualbelikan.
2) Syarat jual beli
a) Syarat orang yang berakad, para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu harus berakal, akan tetapi anak kecil yang sudah mumayiz walaupun belum baligh tetap sah melakukan akad terkecuali orang gila. Dan yang melakukan akad itu ialah orang yang berbeda, artinya seseorang yang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai pejual sekaligus pembeli.
b) Barang yang diperjualbelikan tidak cacat, seperti barangnya tidak diketahui dengan jelas baik jenis, kualitas maupun kuantitasnya.
c) Syarat yang terkait dengan ijab qabul ialah orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal. Qabul harus sesuai dengan ijab, ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis.
d) Syarat barang yang dijualbelikan ialah barang itu ada, dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia, milik seseorang, boleh diserahkan saat akad berlangsung.
e) Syarat-syarat nilai tukar (harga barang), ialah harga harus disepakati oleh kedua belah pihak dan harus jelas jumlahnya, boleh diserahkan pada waktu akad sekalipun secara hukum seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit. Apabila jual beli dilakukan dengan saling mempertukar barang, maka barang yang dijasikan tukar bukan barang yang diharamkan syara’ seperti babi dan khamr.

(2) Studi Kasus dalam Jual Beli :
Bangkai dalam bahasa arab disebut al-mayyitah. Pengertiannya yaitu sesuatu yang mati tanpa disembelih. Sedangkan menurut pengertian para ulama syari’at, al-mayyitah (bangkai) adalah hewan yang mati tanpa disembelih secara syar’i, dengan cara mati sendiri tanpa sebab campur tangan manusia. Dan terkadang dengan sebab perbuatan manusia, jika dilakukan tidak sesuai dengan cara penyembelihan yang diperbolehkan.
Dengan demikian definisi bangkai mencakup :
a. Yang mati tanpa disembelih, sepreti kambing mati sendiri
b. Yang disembelih dengan sembelihan tidak syar’i, seperti kambing yang disembelih orang musyrik.
c. Yang tidak menjadi halal dengan disembelih, seperti babi disembelih seseorang muslim sesuai syarat penyembelihan syar’i.
Menilik keadaan hewan bangkai, maka dapat dibagi menjadi tiga bagian :
• Yang ada di luar kulit, seperti bulu dan rambutnya serta yang sejenisnya
Hukumnya suci, tidak najis, berdasarkan firman Allah
                       •   
Artinya : dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).
(QS. An-Nahl : 80)

• Bagian bawah kulitnya, seperti daging dan lemak
       •          ••        •    
Artinya : Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al.An-‘am : 145)

Mengapa Bangkai Diharamkan?
Setiap yang dihalalkan oleh syariat pasti mengandung manfaat. Sebaliknya, setiap yang diharamkan, pasti mengandung mudharat (bahaya). Adapun bangkai yang secara jelas diharamkan oleh Allah, pasti mengandung mudharat. Hanya saja mudharat ini diketahui oleh sebagian orang dan luput dari yang lainnya.
Sebagian ulama mengemukakan hikmah pelarangannya. Di antaranya:
1. Bangkai sangat berbahaya sebab mengandung mikroba, bakteri, dan virus serta sejenisnya yang mengeluarkan racun. Terkadang mikroba penyakit bertahan hidup dalam bangkai tersebut cukup lama.
2. Tabiat manusia sendiri menolaknya, menganggapnya jijik dan kotor.
3. Adanya darah jelek yang tertahan tidak keluar dan tidak hilang, kecuali dengan sembelihan syar'i.

Yang Halal dari Bangkai
Semua hukum memakan bangkai di atas berlaku pada semua bangkai kecuali dua jenis, pertama, bangkai hewan laut. "Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu." (QS. Al-Maidah: 96)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya menjelaskan, dihalalkan dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah itu yakni hati (liver) dan limpa.
Kedua, belalang. Hadits di atas menjadi dasar dibolehkannya memakan belalang. Pun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya, ketika dalam situasi peperangan, pernah memakan belalang.

C. Penutup
(1) Kesimpulan
Semua hukum memakan bangkai di atas berlaku pada semua bangkai kecuali dua jenis, pertama, bangkai hewan laut. Oleh karena itu jual beli terhadap bangkai sangat dilarang kecuali dua bangkai di atas.

(2) Saran
Jual beli memang sangat dianjurkan dalam Islam, akan tetapi karena namanya saja bangkai, orang pun mendengar sudah sangat tabu bahkan jijik. Oleh karena itu penulis menyarankan untuk jual beli yang jauh dari larangan agama seperti pakaian, jual beli kendaraan dan lain-lain., walaupun ada juga yang diperbolehkan.

Demikian makalah ini kami sampaikan, penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang konstruktif sangat penyusun harapkan demi perbaikan selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar